Suatu siang di teras Klenteng Kwan Im Bio Gunungsindur, seorang perempuan muda menggelar dagangan berupa aneka giwang, kalung, cincin, hingga jam tangan bermerek terkenal namun tiruan. Terdapat beberapa lelaki desa setempat yang duduk mengerumuninya. Perempuan itu berbicara bahasa Mandarin, sedikit mengerti bahasa Indonesia, dan tidak bisa berbahasa Inggris. Mereka bertransaksi dengan cara kuno: bahasa isyarat,
↧